
Skor Turun Gamer Remaja Jepang Kini Lebih Memilih Efisiensi daripada Main Sepuasnya
Belakangan ini, Gamer Jepang menunjukkan pergeseran yang tidak terduga. Survei Intage mencatat bahwa jumlah remaja yang bermain video game setidaknya sekali dalam setahun menurun. Penurunan ini terutama terjadi pada kelompok usia 15–19 tahun dan 20–29 tahun, dengan puncak penurunan pada periode 2021 hingga 2024. Para pecinta game menganggap situasi ini seperti menyaksikan klub besar kehilangan performa di papan klasemen.
Waktu Bermain yang Lebih Singkat
Selain itu, riset SHIBUYA109 Entertainment pada 2023 menemukan bahwa remaja berusia 15–24 tahun rata-rata menghabiskan 100 menit per sesi bermain game dan mengeluarkan sekitar Rp 1,1 juta per tahun. Namun, sebagian besar remaja masuk kategori pemain kasual yang hanya mengeluarkan sekitar Rp 675 ribu per tahun. Dalam dunia olahraga, mereka ini ibarat penonton yang hanya datang saat final, bukan di setiap pertandingan.
Smartphone Menggeser Konsol
Perubahan juga terjadi pada pilihan perangkat bermain. Remaja kini lebih memilih bermain di smartphone daripada konsol. Mereka mengandalkan game free-to-play karena mudah diakses dan tidak membutuhkan biaya awal. Akibatnya, popularitas game gratis jauh melampaui game berbayar. Fenomena ini sama seperti penonton yang memilih masuk stadion tanpa membeli tiket mahal.
Tekanan Ekonomi Menjadi Faktor Penentu
Kondisi ekonomi turut membentuk tren ini. Data Biro Statistik Jepang mencatat bahwa tingkat pengangguran pada Juni 2025 meningkat 2,5% dibanding bulan sebelumnya. Situasi ini mendorong remaja untuk lebih berhati-hati dalam mengatur anggaran, termasuk untuk hobi bermain game. Mereka mengatur strategi keuangan layaknya klub kecil yang harus bertahan di liga besar.
Strategi “Performa Waktu” ala Gen Z
Generasi Z di Jepang menerapkan filosofi “performa waktu” dengan cara memaksimalkan manfaat dari setiap menit bermain game. Banyak remaja yang bermain sambil melakukan kegiatan lain, seperti belajar atau bekerja. Karena alasan itu, mereka memilih game idle dan free-to-play yang bisa dimainkan santai tanpa mengganggu aktivitas utama.
Kesimpulan: Bukan Pensiun, Tetapi Bermain Cerdas
Dengan tren ini, remaja Jepang tidak benar-benar meninggalkan dunia game. Sebaliknya, mereka mengubah strategi bermain dengan memilih game yang hemat waktu, hemat biaya, dan fleksibel. Jika dunia game adalah sebuah liga, gamer muda Jepang kini bermain untuk menjaga stamina hingga peluit akhir, bukan untuk menghabiskan tenaga di awal pertandingan.